Visit My old blog

Wednesday 9 April 2014

Ranting

         
          Mataku sayup menatap ranting ringkih yang tiba-tiba jatuh dari ujung dahan yang menua. Jatuh di tengah jalanan yang penuh dengan dedaunan kering. Dari ujung jalan kulihat kaki-kaki pejalan kaki tanpa ampun melindasnya, remuk menjadi beberapa bagian, dan kini terserak entah kemana saja. Angin sore kemudian bertiup kencang membawa bagian-bagian ranting kecil semakin jauh terpisah. Mataku terasa panas menyadari sesuatu...    
          Beratus langkah dilewati ternyata menuju pada titik ini. Kupahami analogi terdalam untukku tak jauh beda dengan ranting di sore ini. pada kenyataannya, aku memang tidak akan bisa lagi berada di tengah jalanmu menjadi ranting kering, jatuh dan sering terinjak. Rantingku selalu dipungut dan disatukan kembali dengan perekat kertas. Kembali terinjak lagi, untuk disatukan dengan perekat kertas yang sama. Berulang kali. Berakhir dengan perekat kertas yang masih juga sama. Pada akhirnya ranting ini hancur terbawa angin, entah kemana, tanpa bisa disatukan dengan perekat yang sama lagi.
           Sebenarnya waktu itu aku ingin kembali. Kembali untuk mencoba setelah jutaan kali jatuh. Melangkah kebelakang lagi, paling tidak satu langkah. Kembali kupeluk saja dia sampai entah kapan lenganku lumpuh karna letih. Atau mungkin kupenjara saja, biar hanya untukku. Kalau perlu kukais-kais kesetiaan orang-orang terdekat untuk menjagainya jauh dari para makhluk dengan ratusan topeng. Sayangnya, sampai juga letih ini. Segala air mata, perdebatan, komitmen, pertahanan, sabar, senyum, harapan, dan mimpi, rasanya hanyut entah kemana.
         Tapi kuyakini segala yang telah dilewati tidak akan membawa kesia-siaan. Tuhan menyampaikan pesannya dengan lembut. Membentuk hati yang kian hari kian gigih dan dewasa. Mencintai seseorang mungkin memang tidak selalu memiliki, ketika kondisi selalu tidak menjadikannya lebih baik. Meninggalkan untuk memberinya kebebasan atas apa yang dipilihnya lebih penting dari hati kita adalah kenyataan yang sewajarnya diterima. Ada saatnya untuk berdamai dengan sebuah keadaan dan realita yang tidak akan pernah bisa dirubah. Nanti, pada sebuah detik, menit, jam dan hari mungkin tuhan akan mengganti sedih dengan bahagia yang lebih. 
  

2 comments: