Visit My old blog

Monday 8 September 2014

Growing older









Sore itu, seperti sore biasa yang asing. Karena aku lupa bagaimana rupa langit sore, dan sinar mataharinya yang lamat-lamat meredup. Terlupakan untuk dipandangi karena hari-hari duniawi yang sesak. 

Sore itu, masih dalam seragam untuk bekerja, aku duduk di window seat, satu dua dan tiga otakku berhenti memikirkan passenger obesitas yang cemberut karena duduk kesesakan tanpa extension seatbelt. Aircraft sedang taxiing -bergerak- pelan menuju runway .Mataku meredup melihat sisi kanan runway yang ditumbuhi banyak pohon seperti cemara, berjejer cantik dengan ujung pohon yang melambai-lambai terbuai angin sore. Langit sedang berwarna kuning bersirat oranye menembus beberapa gumpalan awan yang berserak di atasnya. Kutatapi setiap celah cemara yang bergoyang tertiup angin menyeruakkan sinar sore. Mataku tercekat, berkedip lebih lambat, perlahan rasa itu menyengat otak dan hati. Membawa waktu berputar pada masa ketika aku masih mengenakan kaus kaki putih berenda, bersepatu putih dengan rok terusan pink. Aku duduk di ayunan halaman taman kanak-kanak memandangi burung-burung gereja yang melompat-lompat dari kabel listrik jalanan menuju teras gereja, usai kelelahan berlari sambil tertawa terbahak-bahak karena memandangi bokong mereka saat sedang berjalan membelakangiku.

Masih di taman kanak-kanak, ingatan terkuatku sore itu, saat mataku terpaku pada langit dari sisi pohon cemara terbesar di sekolahku. Mataku berbinar, mengamati pohon cemara yang melambai-lambai di bawahnya seolah menggelitik cantiknya langit tuhan. Ayunanku berayun-ayun cepat dan senyumku menyeruak ringan. Aku bahagia,saat itu. Sebuah kalimat sederhana yang  menjelaskan "bahwa aku melihat sesuatu yang indah dan aku bahagia". Sesederhana itu masa kecil. Beranjak dari 18 tahun yang lalu, growing older bermakna puluhan lipat ambigu, complicated, dan tak dapat diterjemahkan. Menatap langit cantik yang tuhan berikan, membawa berjuta rasa yang sangat detail terkuak dari dasar hati juga otak. Bercampur sedemikian rupa, begitu susah mendefinisikannya dalam satu kata, bahagikah, sedihkah, hampakah? Memori itu berputar, memekakkan, menepi dan berakhir dengan senyum kecil disudut bibirku bersamaan dengan aircraft yang mengerang, terbang meninggalkan airport. Kini mungkin memang tidak pernah sesederhana dulu.



No comments:

Post a Comment